4/22/2009

BOKER=Jam Beker Nenek???

“gap, makannya jangan banyak-banyak. Nanti kekenyangan…” ibuku mencoba menghentikan gairah makanku yang memang lagi tinggi.
Aku hanya memandang beliau sebentar lalu melanjutkan makan lagi. Kali ini aku nambah sambelnya.
“gap, sambelnya pedes. Masakan yang lain juga pedes semua. Entar kamu mensret loh…” kali ini Ibuku agak berisik didekat telingaku.
“hush… berisik banget si Ibu. Tinggal makan juga…” tentu saja, aku hanya berani mengumpat dalam hati. Memang aneh hari ini, aku yang tak biasa makan pedes menjadi gila akan sambel.
“monggo pak, bu, mas, mbak, seadanya…”sng tuan rumah sudah berkali-kali menyilakan kami.
“oh iya, Bu. Terimakasih. Jadi ngrepotin ini…” semua menjawab serentak. Sepertinya itu memang jawaban wajib bagi tamu yang ditawarin makan. Satu-satunya orang dewasa yang nggak tahu terimakasih adalah AKU. Aku tetep aja enjoy makannya. Sebotol Es Jeruk itu sudah menjelma menjadi air putih.
Makan siang sudah selesai. Kamipun kembali ngobrol di Ruang Tamu. Bukan, bukan kami. Mereka lebih tepatnya. Sedang aku, memilih bercandaan dengan keponakan-keponakanku. Ngerjain mereka lebih tepatnya. Sampai ketiganya udah illfil duluan kalo ada bau aku. Seorang mahasiswa yang masih doyan ngegodain anak kecil. Om-om genit…
Sampai menjelang siang, sampai selesai sholat Dzuhur, semua berjalan dengan harmonis. Sampai pada suatu saat… disaat-saat heboh itu hadir. Keponakan-keponakanku semua geger pengen be’ol.
“hahaha… makanya, kalo makan berdo’a dulu, biar jadi daging. Kamu sih, makannya cepet-cepet” ucapku ngeledekin Arin, Akmal dan Arul.
“biarin… dari pada Om, nggak bisa ee’. Pas ee’ malah mencret…” Akmal jelas tak mau kalah. Berbeda dengan Arul yang masih 1,5 tahun. Dia hanya bisa menangis saat kukata-katai. Sedangkan yang paling bongsor, Arin mah cuman cengar-cengir malu-malu kuda.
Semua udah cebok dan bersiap untuk pulang saat aku merasakan ada sesuatu yang datang menghampiriku.
Ibu, Bapak dan kakak-kakakku udah pamit semua. Bahkan keponakan-keponakanku pun udah pasang tampang sok manis didepan si empunya rumah. Pake kiss bye dan dada-dada pula.
Aku, aku tak berdaya. Tamu tak diundang itu benar-benar membuat keringetan sampai gemeteran. Dan akupun lalu berbisik pada Ibuku.
“bu’, egap pengen boker…”
“apa??? Beker??? Jam beker? Ia, nanti ke Matahari Akmal sama Arin juga tadi minta mampir” Ibu yang bijak.
“Bukan, bukan Beker. Tapi Boker, ee’…” Aku pelan-pelan menjelaskan.
Dan saat itu juga, wajah Ibu langsung berubah. Speechless.
Beliau langsung mengisyaratkan anak-anaknya untuk segera masuk ked ala mobil. Begitupun aku. Semua menuruti. Sebenarnya memang tak ada yang aneh dengan reaksi Ibu. Beliau pasti akan segera meminta sopir untuk segera berhenti di POM bensin terdekat dan menyuruhku untuk segera ee’.
Syukurlah, aku mempunyai Ibu yang sangat mengerti anaknya. Sampai dimobil, aku langsung memposisikan diri dalam posisi ternyaman dan tidak terganggu oleh siapapun.
“ini mau mampir kemana???” Bapakku kali ini mengendalikan suasana.
Arin dan Akmal langsung bersorak riang.
“Matahari Bu… Matahari… ya???” mereka kompak. Bahkan Arul yang baru belajar ngomong ibu, bapak, maem, mimik dan sejenisnya itu pun ikut bersora sorai. Pakai acara tos-tosan sama Arin dan Akmal pula. Genitnya dia… dan parahnya, Ibuku sama sekali tak keberatan…
“iya, Om juga tadi minta Jam Beker” Ibuku memang Bijaksana…
Aku sudah benar-benar tak bisa menahan ee’ ini.
“Bu’, egap itu bukan pengen jam Beker, tapi pingin ee’”
“iya, jam Beker kaya punya nenek kan???” Ibuku sotoi…
Dan hasrat ee’ku lagi subur-suburnya. Kali ini semakin bergelora.tampangku pasti udah acak-acakan nggak karuan. Perutku benar-benar udah mules, berbunyi kruyuk kruyuk mirip Jam Beker milik Nenekku yang memang legendaris. Ini bukan pertanda lapar. Tapi ini adalah sinyal-sinyal bahwa aku bakalan mencret…
Tiba-tiba saja RAM diotakku memutar kembali kejadian tadi. Saat Ibu menasehatiku. Dan juga saat Akmal menyumpahiku.
Ntar mencret loh. Pas ee’ malah mencret. Ntar mencret loh. Pas ee’ malah mencret. Orgh… TIDAK !!!
“Bu, kita nggak ngisi bensin?” aku bertanya pada ibuku dengan keringat dingin bercucuran.
“egap kenapa? Kok pucet???” kakakku memang perhatian.
“mau mabog pasti…” yang ini kakak yang baik. Bisa memikirkan hal terburuk yang mungkin terjadi.
“dasar ndeso… katanya mahasiswa…” kakak yang ini, pasti saat mudanya dulu sama jailnya kaya aku saat ini.
“bukan, bukan mau mabog. Tapi egap itu mau ee’…” aku mempertaruhkan Maluku.
“hahaha…” yang ini keluarga kurang ajar. Menertawakan kekuranganku.
“oh… jadi dari tadi diem itu mau ee’???” kakakku. Entah yang mana yang berbicara. Aku tak memperhatikan.
“kenapa nggak ngomong dari tadi???” Ibuku bertanya polos.
Sudahlah, percuma rasana menjelaskan bahwa jam beker nenek itu sebenarnya pertanda aku pingin ee’. Hanya aku saja yang salah ucap.
“yaudah… sekarang mau dikeluarin dimana nih ee’nya…” akumengahi perdebatan.
“sekalian saja nanti di Matahari…” Kakakku memang tak punya urusan apa-apa dengan Toilet. Sedangkan aku, sangat sudah kebelet.
Namanya kebelet, jangankan sepuluh menit. Sedetik aja serasa sewindu. Kira-kira sepuluh menit setelah pengakuan kontroversial tentang kebeletnya aku itu, sampailah kami dihalaman Matahari.
“parker diatas aja…” kali ini Bapakku yang mendapat giliran untuk menyiksaku.
“aku turun sini…” begitu cegatku ketika pak sopir hendak menaikkan Mobil ke lantai puncak.
Aku yang memang sudah hapal dengan letak-letak Toilet disana, langsung menuju Toilet yang biasanya paling sepi. Dan ternyata benar. Toiletnya cukup sepi. Aku langsung mendapat giliran.
Begitu masuk, celana jeans angsung kulepaskan dari kakiku. Kemudian sempakku kukeluarkan dari tempat yang seharusnya. Dan ada masalah besar disini. EE’ KU KELUAR SEBELUM SEMPAK KU KELUAR DENGAN SEMPURNA… so, belepotanlah semapakku itu oleh ee’. Dengan sempurna, aku membasahi celana dalamku sampai agak bersih. Dan aku secara resmi memakai celana dalam belepotan ee dan sangat basah di Matahari pada hari itu. Aku lalu keluar dari Toilet dengan keadaan yang biasa-biasa saja. Kubuat sewajar mungkin.
Andai mereka tahu yang bau ee’ itu aku. Mungkin mereka akan memanggil satpam untuk mengganti celana dalamku. Atau minimal aku akan dihajar massa…

Tidak ada komentar: