tahukah engkau yang sesungguhnya ada dihatiku???
Aku ingin
aku ingin merasakan lagi cinta dari dan untukmu
tapi sesungguhnya aku takut
aku takut menyakitimu seperti sakitmu dulu
karena cinta yang tumbuh saat ini lebih dalam
kamu terlihat lebih mempesona dihatiku
sedemikiankah aku?
Kamu terasa lebih dalam menyentuhku
sedemikiankah aku?
Aku adalah aku dengan segalanya tentang aku
dahulupun mungkin aku begini
cintaku mendalam
tapi nyatanya aku menyakitimu
aku tak mau begitu
***
Entahlah aku senang atau tidak
kita berdekatan lagi
kita berhubungan lagi
tapi satu hal yang paling aku takutkan adalah aku menyakitimu lagi...
Aku sama sekali nggak mau itu terjadi...
Maaf, aku mencintaimu lagi
mencintaimu tanpa restumu...
***
but now,stop to thinking me,thinking you,thinking us...
4/10/2011
2/19/2010
aku, 190210
aku sedang sangat ingin tahu tentang Event Organizer .entah mengapa, aku sangat yakin aku bisa berkembang di sana...
sekarang aku sedang bermimpi tentang itu ,dan kuharap ,kamu bisa mewujudkanya...
sekarang aku sedang bermimpi tentang itu ,dan kuharap ,kamu bisa mewujudkanya...
9/14/2009
dia...
Aku terdiam lagi. Pertanyaan itu sudah seringkali aku dengar. Dan nyatanya, lagi-lagi aku hanya terdiam dan lalu menjwab “perasaan ini bukan apa-apa. Aku sebatas mengaguminya, titik!!!”. Klise. Perasaanku memang tak bisa terpungkiri bahwa aku sudah sejak lama merasakan cinta ini mengambang. Sebagai lelaki, aku tak seharusnya begini. Tapi nyatanya, hatiku tak mau munafik. Aku takut kehilangan dia. Klasik. Jangan sekali-sekali merasa memiliki jika tak ingin kehilangan…
“sudahlah… sampai kapan loe ngebohongin hati loe sendiri… gue yakin, loe cinta kan sama dia? Jangan nyiksa diri gitu, Bro…”
Aku hanya terdiam ketika lagi-lagi temanku sendiri mengguncang keyakinanku.
“gue udah cukup bahagia dengan begini…” begitulah kata hatiku. Mungkin aku terlalu cemen untuk meminta lebih pada dia. Karena sejujurnya dengan begini aku masih bisa bahagia mengaguminya.
“sampai kapan mas mau mendem perasaan itu terus? Ntar keburu kesambet orang mas. Cewek juga punya batas loh dalam penantiannya… mas boleh aja merasa sudah cukup dengan begini. Tapi apa mas yakin dia nggak nungguin pernyataan dari mas? Kasian mas, cewek dibiarin nunggu. Gentle dong…” begitu nasihat dari pipit, adek sepupuku. Dia satu-satunya orang yang mendengar secara langsung pernyataanku bahwa selama ini memang benar, aku mencintai wanita itu.
$$$
Hujan tiba-tiba muncul dibulan Juni. Tak seharusnya memang. Tapi entahlah, mungkin siklus air sudah harus berputar.
Aku masih dikampus saat itu. Seperti biasa, hanya sekedar mencari aktifitas. Browsing beberapa tugas kuliah yang mulai menumpuk.
Dia lalu datang dari arah tangga. Sedikit berlari. Mengenakan rok panjang dan kemeja panjang warna putih. Anggun. Aku bahkan sudah merasa bangga walau seandainya aku tak pernah mengenalnya. Aku cukup bangga hanya dengan pernah melihat dia. Dia cantik, anggun, pintar dan tegas. Aku sedikit melirik kesibukannya. Dia sempat berhenti dan memandangku sejenak. Aku tak melihat, tapi aku merasakannya. Hatiku berdebar saat itu. Mengharap dia duluan menypaku. Entah, mungkin dia sedang sibuk juga dengan tugasnya. Atau mungkin, dengan organisasinya.
Hujan sudah sedikit mereda ketika aku melipat laptopku. Aku harus segera pulang. Jam 16.00 atau sekitar 20 menit lagi, aku harus kembali kesini. Rapat dengan teman-teman redaksi majalah kampus. Tentang tema dan isi majalah edisi bulan ini. Yang membuatku bersemangat adalah karena dia juga termasuk salah satu tim redaksi. Aku yakin dia datang…
Aku baru mulai menyetater motorku ketika dia memandangiku dari balik jendela kaca di ruang kuliah B4. Aku sengaa tidak balik melihatnya. Biarlah dia menikmati aku.
$$$
Dia masih mengenakan apa yang kulihat tadi ketika hujan mulai datang. Masih anggun. Walau hari sudah sore dan aku yakin dia belum sempat mandi, bahkan pulang kerumahnya. Karena sedari tadi motornya tak berpindah dari tempatnya. Mungkin hanya sedikit touch up bedak tipis. Tapi itu sama sekali tidak mengurangi keanggunannya. Aku mencintai keanggunannya…
Sayang sekali dia mohon pamit ditengah berlangsungnya rapat. Ibunya sudah mulai mendesaknya untuk segera pulang. Satu lagi nilai plus. Dia mencintai ibunya…
“semoga dia jodohku…” sadar aku mengharap demikian. Bagaimana tidak, dia sempurna.
$$$
Rapat ditutup hanya beberapa saat setelah dia pamit. Aku langung kembali kekosku dengan bahagia. Bahkan, aku tak peduli sama sekali ketika dijalan kulihat kerumunan orang.
“kecelakaan kecil…” batinku sembari berlalu.
Aku pingsan lagi… dan untungnya, tidak didepannya. Aku tak mau terlihat lemah didepannya. Aku ingin sempurna dihadapannya.
“ya tuhan… sampai kapan???” aku bertanya dalam hatiku.
Tak bisa munafik, dihadapannya memberiku tenaga yang lebih. Aku tak mau terlihat sakit didepannya. Aku mau kesimpulannya tentangku tak berubah. Aku wanita anggun dan dewasa. Yah, walau aku tak mendengar langsung dari dia, tapi toh aku yakin, pipit, sepupunya itu sama sekali tak mungkin membohongiku.
Aku tersenyum sendiri setiap membayangkan matanya. Tajam dan dalam… dia terlihat sempurna bahkan ketika aku tak sengaja melihatnya baru bangun tidur kala itu.
Dia dewasa, pintar dan sempurna…
Mungkin benar apa katanya. Lebih baik begini… biar dia tak menyesal ketika suatu saat meihat aku sedang terbaring dengan nafas tersengal. Atau bahkan ketika aku tak bisa lagi menghirup nafasku. Setidaknya aku sudah tau kalau dia mencintaiku. Walau hanya dari kesimpulanku sendiri. Aku bahagia…
$$$
Aku sudah merasa lebih baik dan harus kembali ke kampus. Tidak, hari ini kuliahku kosong. Tapi yang kutahu, jadwalnya penuh hari ini. Rasanya janggal jika sehari saja tidak melihat matanya. Aku membuat janji untuk mencari materi tugas diperpus kampus. Jam 08.45. tepat ketika dia menunggu jadwal selanjutnya. Pasti dia mengembalikan buku disini. Bisa dipastikan…
Aku pura-pura sibuk ketika kulihat dia sudah diujung pintu perpustakaan. Dan aku menengok ke pintu tepat ketika dia masuk. Aku tersenyum sapa padanya. Tak terbalas. Tapi aku sama sekali tak kecewa. Sudah biasa. Toh matanya tetap bersahabat dan seolah menyapaku dengan lebih ramah dari senyumku. Aku melihatnya lagi hari ini…
Deg…
Ingin copot rasanya jantung ini… dia lagi-lagi tersenyum setiap kali bertemu pandang denganku. Tak adil rasanya untuknya. Sebab, mungkin dia tak pernah sama sekali melihat senyumku yang khusus untuknya. Bukan apa-apa, sebab aku sudah mati gaya ketika melihat senyumnya yang ramah. Semakin memberikan kesan anggun. Semakin membuat hatiku sepenuhnya untuk dia. Semakin mengencangkan doaku untuk minta dijodohkan dengannya. Ahh… indah hari ini…
Nyaris saja dia mengetahui kelemahanku hari ini. Aku pingsan lagi di perpustakaan beberapa saat setelah dia keluar sambari menenteng buku yang baru dipinjamnya. Aku masih beruntung…
Entah apa bedanya pingsanku kali ini dengan pingsan-pingsanku sebelumnya. Aku dibawa ke ICU. Separah itukah???
Aku memang sudah sadar. Tapi hidung bahkan sampai mulutku tertutup selang oksigen. Tanganku berat untuk digerakkan. Bahkan mataku tak kuasa kubuka. Walau aku tersadar. Aku bisa mendengar tangisan mama. Aku bisa merasakan belaian adek di tangan kananku. Bahkan kata-kata papa yang berusaha menenangkan mama pun, aku bisa dengan jelas menirukannya, seandainya Tuhan memberikan kuasa untuk menggerakkan lidahku. Aku tak tahu, kenapa aku. Tapi aku adalah wanita anggun. Aku tak boleh terlihat lemah…
Dia masuk rumah sakit. Kemarin dia pingsan di perpustakaan. Dan ini bukan kejadian pertama dia pingsan. Huh… pemuja rahasia macam apa aku. Sampai sama sekali tak mengerti bahwa dia sering pingsan.
Aku bersama teman-teman tim redaksi majalah kampus menuju rumah sakit seusai kuliah. Jam 14.00.
Aku tertinggal rombongan gara-gara ban motorku bocor ditengah jalan tadi. Dan naasnya, aku datang tepat saat jam berkunjung habis. Jadilah aku hanya bisa menengok dari balik jedela kaca pintu kamarnya.
Aku tak percaya…
Aku tak yakin…
Itu dia si wanita anggun yang selama ini kupuja karena kesempurnaanya dimataku.
Tubuhnya terbaring lemah, kepalanya tertutup, ahh seperti itulah. Hidung sampai mulutnya penuh selang oksigen, tangan kirinya tersambung dengan infuse, bahkan detak jantungnya direkam. Orang-orang disekelilingnya terlihat menahan haru. Aku tak percaya… dia bukan dia…
Dia…
Tapi aura keanggunannya memang masih terjaga. Tak terasa air mataku melewati pipi dan daguku. Jatuh di lantai. Ya, aku menangis. Tiba-tiba saja aku takut akan kehilangnnya. Aku takut besok dan seterusnya dia tidak ada dihidupku. Aku takut masa depanku tanpa dia. Aku takut… aku terjatuh… tepat didepan kamar rawatnya…
Itu dia…
Aku merasakan dia hadir. Ganteng, sempurna… tetap saja, hanya matanya yang menyapaku. Bibirnya tidak… tak apa, yang penting aku merasakan dia hadir hari ini…
Dimana suaranya??? Hanya suara isakkan mama yang sudah mulai serak. Dan suara bijak papa menenangkan. Dan juga suara nafas adek di sebelah kiriku. Dimana dia? Aku ingin dia…
Seseorang memegang pundakku…
Ini bukan halusinasi…
Ini terasa amat nyata…
Sesosok berjubah putih, berjambang dan bersinar tubuhnya…
“apa yang kau inginkan dari dia???”
“hanya senyumnya… yang tulus khusus untukku…” tiba-tiba saja aku bisa lancar berkata. Tapi entahlah… apakah mama mendengar??? Isaknya tak berubah…
Lelaki itu lalu lenyap. Bahkan aku yang tak lepas memandangnyapun tak dapat menyimpulkan kemana dia pergi…
“silahkan masuk nak… temannya???” itu suara papa. Siapa yang disilakan papa? Aku ingin membuka mata. Tapi berat… aku atk mampu…
Aku terus berusaha untuk bisa menyaksikan siapa yang disilakan papa itu. Aku yakin… aku yakin dia adalah dia, aku bahkan hafal dengan bau keringatnya. Tapi aku sama sekali tak kuasa membuka mata.
Hembusan nafasnya mendekat. Aku merasakan itu…
Aku berusaha membuka mata… terus berusaha… untuk bertemu dengan wajahnya…
Berat… kepalaku menjadi pusing… aku seperti kehabisan tenaga… tapi itu tak boleh terjadi… aku wanita anggun… aku harus kuat. Harus bisa memastikan bahwa dia adalah dia.
Aku berhasil membuka mata ketika dengan jelas aku melihat mulutnya bergetar namun tersenyum kepadaku… senyum istimewa untukku, tulus. Dan matanya berderai air mata…
Ya Tuhan… biarkan aku tetap mencintainya…
Walau masa depanku sudah tak mungkin lagi bersamanya…
Tenangkan dia disisiMU, jaga keanggunannya disisMU… aku percaya dia lebih bahagia didekatMU…
“sudahlah… sampai kapan loe ngebohongin hati loe sendiri… gue yakin, loe cinta kan sama dia? Jangan nyiksa diri gitu, Bro…”
Aku hanya terdiam ketika lagi-lagi temanku sendiri mengguncang keyakinanku.
“gue udah cukup bahagia dengan begini…” begitulah kata hatiku. Mungkin aku terlalu cemen untuk meminta lebih pada dia. Karena sejujurnya dengan begini aku masih bisa bahagia mengaguminya.
“sampai kapan mas mau mendem perasaan itu terus? Ntar keburu kesambet orang mas. Cewek juga punya batas loh dalam penantiannya… mas boleh aja merasa sudah cukup dengan begini. Tapi apa mas yakin dia nggak nungguin pernyataan dari mas? Kasian mas, cewek dibiarin nunggu. Gentle dong…” begitu nasihat dari pipit, adek sepupuku. Dia satu-satunya orang yang mendengar secara langsung pernyataanku bahwa selama ini memang benar, aku mencintai wanita itu.
$$$
Hujan tiba-tiba muncul dibulan Juni. Tak seharusnya memang. Tapi entahlah, mungkin siklus air sudah harus berputar.
Aku masih dikampus saat itu. Seperti biasa, hanya sekedar mencari aktifitas. Browsing beberapa tugas kuliah yang mulai menumpuk.
Dia lalu datang dari arah tangga. Sedikit berlari. Mengenakan rok panjang dan kemeja panjang warna putih. Anggun. Aku bahkan sudah merasa bangga walau seandainya aku tak pernah mengenalnya. Aku cukup bangga hanya dengan pernah melihat dia. Dia cantik, anggun, pintar dan tegas. Aku sedikit melirik kesibukannya. Dia sempat berhenti dan memandangku sejenak. Aku tak melihat, tapi aku merasakannya. Hatiku berdebar saat itu. Mengharap dia duluan menypaku. Entah, mungkin dia sedang sibuk juga dengan tugasnya. Atau mungkin, dengan organisasinya.
Hujan sudah sedikit mereda ketika aku melipat laptopku. Aku harus segera pulang. Jam 16.00 atau sekitar 20 menit lagi, aku harus kembali kesini. Rapat dengan teman-teman redaksi majalah kampus. Tentang tema dan isi majalah edisi bulan ini. Yang membuatku bersemangat adalah karena dia juga termasuk salah satu tim redaksi. Aku yakin dia datang…
Aku baru mulai menyetater motorku ketika dia memandangiku dari balik jendela kaca di ruang kuliah B4. Aku sengaa tidak balik melihatnya. Biarlah dia menikmati aku.
$$$
Dia masih mengenakan apa yang kulihat tadi ketika hujan mulai datang. Masih anggun. Walau hari sudah sore dan aku yakin dia belum sempat mandi, bahkan pulang kerumahnya. Karena sedari tadi motornya tak berpindah dari tempatnya. Mungkin hanya sedikit touch up bedak tipis. Tapi itu sama sekali tidak mengurangi keanggunannya. Aku mencintai keanggunannya…
Sayang sekali dia mohon pamit ditengah berlangsungnya rapat. Ibunya sudah mulai mendesaknya untuk segera pulang. Satu lagi nilai plus. Dia mencintai ibunya…
“semoga dia jodohku…” sadar aku mengharap demikian. Bagaimana tidak, dia sempurna.
$$$
Rapat ditutup hanya beberapa saat setelah dia pamit. Aku langung kembali kekosku dengan bahagia. Bahkan, aku tak peduli sama sekali ketika dijalan kulihat kerumunan orang.
“kecelakaan kecil…” batinku sembari berlalu.
Aku pingsan lagi… dan untungnya, tidak didepannya. Aku tak mau terlihat lemah didepannya. Aku ingin sempurna dihadapannya.
“ya tuhan… sampai kapan???” aku bertanya dalam hatiku.
Tak bisa munafik, dihadapannya memberiku tenaga yang lebih. Aku tak mau terlihat sakit didepannya. Aku mau kesimpulannya tentangku tak berubah. Aku wanita anggun dan dewasa. Yah, walau aku tak mendengar langsung dari dia, tapi toh aku yakin, pipit, sepupunya itu sama sekali tak mungkin membohongiku.
Aku tersenyum sendiri setiap membayangkan matanya. Tajam dan dalam… dia terlihat sempurna bahkan ketika aku tak sengaja melihatnya baru bangun tidur kala itu.
Dia dewasa, pintar dan sempurna…
Mungkin benar apa katanya. Lebih baik begini… biar dia tak menyesal ketika suatu saat meihat aku sedang terbaring dengan nafas tersengal. Atau bahkan ketika aku tak bisa lagi menghirup nafasku. Setidaknya aku sudah tau kalau dia mencintaiku. Walau hanya dari kesimpulanku sendiri. Aku bahagia…
$$$
Aku sudah merasa lebih baik dan harus kembali ke kampus. Tidak, hari ini kuliahku kosong. Tapi yang kutahu, jadwalnya penuh hari ini. Rasanya janggal jika sehari saja tidak melihat matanya. Aku membuat janji untuk mencari materi tugas diperpus kampus. Jam 08.45. tepat ketika dia menunggu jadwal selanjutnya. Pasti dia mengembalikan buku disini. Bisa dipastikan…
Aku pura-pura sibuk ketika kulihat dia sudah diujung pintu perpustakaan. Dan aku menengok ke pintu tepat ketika dia masuk. Aku tersenyum sapa padanya. Tak terbalas. Tapi aku sama sekali tak kecewa. Sudah biasa. Toh matanya tetap bersahabat dan seolah menyapaku dengan lebih ramah dari senyumku. Aku melihatnya lagi hari ini…
Deg…
Ingin copot rasanya jantung ini… dia lagi-lagi tersenyum setiap kali bertemu pandang denganku. Tak adil rasanya untuknya. Sebab, mungkin dia tak pernah sama sekali melihat senyumku yang khusus untuknya. Bukan apa-apa, sebab aku sudah mati gaya ketika melihat senyumnya yang ramah. Semakin memberikan kesan anggun. Semakin membuat hatiku sepenuhnya untuk dia. Semakin mengencangkan doaku untuk minta dijodohkan dengannya. Ahh… indah hari ini…
Nyaris saja dia mengetahui kelemahanku hari ini. Aku pingsan lagi di perpustakaan beberapa saat setelah dia keluar sambari menenteng buku yang baru dipinjamnya. Aku masih beruntung…
Entah apa bedanya pingsanku kali ini dengan pingsan-pingsanku sebelumnya. Aku dibawa ke ICU. Separah itukah???
Aku memang sudah sadar. Tapi hidung bahkan sampai mulutku tertutup selang oksigen. Tanganku berat untuk digerakkan. Bahkan mataku tak kuasa kubuka. Walau aku tersadar. Aku bisa mendengar tangisan mama. Aku bisa merasakan belaian adek di tangan kananku. Bahkan kata-kata papa yang berusaha menenangkan mama pun, aku bisa dengan jelas menirukannya, seandainya Tuhan memberikan kuasa untuk menggerakkan lidahku. Aku tak tahu, kenapa aku. Tapi aku adalah wanita anggun. Aku tak boleh terlihat lemah…
Dia masuk rumah sakit. Kemarin dia pingsan di perpustakaan. Dan ini bukan kejadian pertama dia pingsan. Huh… pemuja rahasia macam apa aku. Sampai sama sekali tak mengerti bahwa dia sering pingsan.
Aku bersama teman-teman tim redaksi majalah kampus menuju rumah sakit seusai kuliah. Jam 14.00.
Aku tertinggal rombongan gara-gara ban motorku bocor ditengah jalan tadi. Dan naasnya, aku datang tepat saat jam berkunjung habis. Jadilah aku hanya bisa menengok dari balik jedela kaca pintu kamarnya.
Aku tak percaya…
Aku tak yakin…
Itu dia si wanita anggun yang selama ini kupuja karena kesempurnaanya dimataku.
Tubuhnya terbaring lemah, kepalanya tertutup, ahh seperti itulah. Hidung sampai mulutnya penuh selang oksigen, tangan kirinya tersambung dengan infuse, bahkan detak jantungnya direkam. Orang-orang disekelilingnya terlihat menahan haru. Aku tak percaya… dia bukan dia…
Dia…
Tapi aura keanggunannya memang masih terjaga. Tak terasa air mataku melewati pipi dan daguku. Jatuh di lantai. Ya, aku menangis. Tiba-tiba saja aku takut akan kehilangnnya. Aku takut besok dan seterusnya dia tidak ada dihidupku. Aku takut masa depanku tanpa dia. Aku takut… aku terjatuh… tepat didepan kamar rawatnya…
Itu dia…
Aku merasakan dia hadir. Ganteng, sempurna… tetap saja, hanya matanya yang menyapaku. Bibirnya tidak… tak apa, yang penting aku merasakan dia hadir hari ini…
Dimana suaranya??? Hanya suara isakkan mama yang sudah mulai serak. Dan suara bijak papa menenangkan. Dan juga suara nafas adek di sebelah kiriku. Dimana dia? Aku ingin dia…
Seseorang memegang pundakku…
Ini bukan halusinasi…
Ini terasa amat nyata…
Sesosok berjubah putih, berjambang dan bersinar tubuhnya…
“apa yang kau inginkan dari dia???”
“hanya senyumnya… yang tulus khusus untukku…” tiba-tiba saja aku bisa lancar berkata. Tapi entahlah… apakah mama mendengar??? Isaknya tak berubah…
Lelaki itu lalu lenyap. Bahkan aku yang tak lepas memandangnyapun tak dapat menyimpulkan kemana dia pergi…
“silahkan masuk nak… temannya???” itu suara papa. Siapa yang disilakan papa? Aku ingin membuka mata. Tapi berat… aku atk mampu…
Aku terus berusaha untuk bisa menyaksikan siapa yang disilakan papa itu. Aku yakin… aku yakin dia adalah dia, aku bahkan hafal dengan bau keringatnya. Tapi aku sama sekali tak kuasa membuka mata.
Hembusan nafasnya mendekat. Aku merasakan itu…
Aku berusaha membuka mata… terus berusaha… untuk bertemu dengan wajahnya…
Berat… kepalaku menjadi pusing… aku seperti kehabisan tenaga… tapi itu tak boleh terjadi… aku wanita anggun… aku harus kuat. Harus bisa memastikan bahwa dia adalah dia.
Aku berhasil membuka mata ketika dengan jelas aku melihat mulutnya bergetar namun tersenyum kepadaku… senyum istimewa untukku, tulus. Dan matanya berderai air mata…
Ya Tuhan… biarkan aku tetap mencintainya…
Walau masa depanku sudah tak mungkin lagi bersamanya…
Tenangkan dia disisiMU, jaga keanggunannya disisMU… aku percaya dia lebih bahagia didekatMU…
Langganan:
Postingan (Atom)